Makassar - Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Mata air, Candra Tom
menilai sistem pengadaan barang dan jasa melalui e-Purchasing atau e-Katalog justru membuka celah baru bagi Praktik korupsi dan Persekongkolan di kalangan pejabat pengadaan.
Menurutnya, anggapan bahwa sistem e-Katalog mampu mencegah kecurangan adalah keliru. Sebab, mekanisme yang dirancang untuk menciptakan transparansi dan efisiensi itu justru sering dimanfaatkan untuk mengatur dan menentukan pemenang proyek.
“Selama ini banyak yang menganggap e-Katalog paling ampuh mencegah persekongkolan, padahal justru sebaliknya. Sistem inilah yang paling mudah dimanfaatkan pejabat pengadaan untuk bermain,” kata Candra Tom, Jum at, 25/10/2025.
Ia menjelaskan, e-Katalog Konstruksi versi 6.0 yang digadang-gadang lebih kompetitif lewat skema mini competition, dalam praktiknya disinyalir sering tidak dijalankan sesuai aturan.
Penawaran terendah yang seharusnya menguntungkan negara justru kerap digugurkan, sementara pemenang dipilih karena nilainya mendekati Harga Perkiraan Sendiri (HPS).
“Kelemahan sistem mini competition ini tidak transparan. Peserta yang digugurkan tidak tahu alasan kekurangannya, dan publik juga tidak bisa melihat hasil evaluasi maupun siapa saja pemenangnya,” ujarnya
Candra Tom, menyoroti pula meningkatnya penggunaan e-Katalog untuk proyek-proyek bernilai besar, termasuk di lingkungan Kementerian PUPR, dengan nilai mencapai puluhan miliar rupiah. Ia menyebut sudah menjadi rahasia umum adanya fee bagi pejabat pengadaan dan kelompok kerja (Pokja) dari penyedia jasa yang ingin memenangkan proyek.
“Fee itu sulit dibuktikan karena tidak ada yang mau mengaku, kecuali peserta yang kalah. Besarannya bisa mencapai lima persen, tergantung seberapa besar pemotongan dari HPS,” ungkapnya.
Candra Tom mencotohkan, misalkan Paket Pekerjaan Normalisasi Sungai di mana penawaran terendah yang di tetapkan oleh salah satu rekanan peserta tender justru digugurkan. Karena Pokja dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) menambah persyaratan di luar ketentuan.
“Dalam Surat disebutkan pengalaman kerja yang disyaratkan bersifat umum di bidang konstruksi, bukan hanya pekerjaan tertentu, Tapi Pokja menafsirkan lain demi menggugurkan peserta tertentu,” ujarnya.
Ia menegaskan, dibandingkan sistem e-Katalog, mekanisme tender konvensional jauh lebih transparan karena seluruh nilai penawaran dan hasil evaluasi dapat diakses publik.
“Kalau tender, semua terbuka, nilai penawaran, peserta, hingga hasil evaluasi, meski tetap ada peluang penyimpangan, ruang pengawasan publik lebih besar dibanding e-Katalog,” tutup Candra Tom(**)
Redaksi

0 Komentar