Nasional,matacelebes - Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan tengah mendalami dugaan keterlibatan 13 korporasi yang memperoleh keuntungan dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina (Persero) periode 2018–2023. Salah satu perusahaan yang disebut PT.Vale Indonesia Tbk.
Tiga korporasi disebut sebagai penerima keuntungan paling besar, yakni PT Pama Persada Nusantara sebesar Rp958,3 miliar, disusul PT Berau Coal Rp449,1 miliar, dan PT Buma Rp264,1 miliar.
Saat ditanya apakah para petinggi perusahaan akan dipanggil untuk bersaksi dalam persidangan mantan Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan.
“Masih didalami penyidik, lihat saja nanti di persidangan" kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Anang Supriatna. Kamis, 16/10/2025
Nama-nama perusahaan tersebut tercantum dalam surat dakwaan Riva Siahaan yang telah dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis 09/10/2025
Dalam dakwaan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyebut bahwa Riva sebagai pejabat Pertamina Patra Niaga periode 2018–2023 diduga menyetujui penjualan solar/biosolar ke konsumen industri dengan harga jauh di bawah batas bawah (bottom price), bahkan di bawah Harga Pokok Penjualan (HPP), sehingga menimbulkan kerugian bagi negara dan memperkaya sejumlah perusahaan.
"Bahwa terdakwa Riva Siahaan selaku Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga periode Oktober 2021-Juni 2023 dan selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga periode Juni 2023-2025 dalam kurun waktu 2018-2023 telah melakukan atau turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum," kata JPU Feraldy Abraham Harahap.
Secara keseluruhan, jaksa mencatat nilai kerugian negara akibat penjualan solar nonsubsidi murah kepada korporasi-korporasi tersebut, secara keseluruhan jumlahnya mencapai Rp2,544.277.386.935,-
Banyak perusahaan yang selama ini kinerjanya cukup moncer, bahkan sudah listing di pasar saham, meraup cuan gede dari belanja solar dengan harga miring.
Begitupun pengusaha kakap yang menjadi pemilik perusahaan itu. Salah satunya, Boy Thohir. Kakak dari Erick Thohir yang saat ini menjabat Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) itu, merupakan pemilik PT Adaro Indonesia yang menikmati cuan Rp168,52 miliar.
Satu lagi perusahaan Boy Thohir yang kebagian cuan dari skandal ini. Yakni PT Maritim Barito Perkasa, diduga mereguk untung hingga Rp66.484.498.847 (Rp66,5 miliar). Sehingga total cuannya mencapai Rp235 miliar.
Franky Widjaja, generasi kedua Sinarmas Group ikut terseret, lewat PT Berau Coal. Tambang batu bara yang beroperasi di Berau, Kalimantan Timur (Kaltim) itu, disebut mengantongi cuan Rp499,1 miliar.
Satu lagi perusahaan milik Sinarmas Group. Yakni, PT Puranusa Eka Persada melalui PT Arara Abadi, perusahaan yang terafiliasi Asia Pulp & Paper (APP), bagian dari Sinarmas Group juga, ikut menikmati cuan Rp32,1 miliar. Sehingga, totalnya mencapai Rp481,2 miliar.
PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk Indocement, perusahaan semen yang mayoritas sahamnya dikempit Heidelberg Materials AG (sebelumnya Heidelberg Cement Group), mengantongi untung Rp42,51 miliar dari skandal solar murah ini.
Sejak 2001, saham Indocement tak lagi dikuasai Salim Group, namun berpindah tangan ke Heidelber, industri semen terbesar di dunia. Mantan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa duduk sebagai komisarisnya.
Dari 13 perusahaan penikmat duit skandal solar murah itu, Astra Group selaku pemilik PT Pamapersada Nusantara (PAMA), mengantongi untung paling tinggi. Angkanya nyaris Rp1 triliun, tepatnya Rp958,38 miliar
Saat ini, posisi Presiden Komisaris PAMA dijabat Djony Bunarto Tjondro yang juga Presiden Direktur Astra International. Sedangkan Presiden Direktur PAMA dijabat Hendra Hutahean.
Masih ada lagi beberapa perusahaan yang 'kepleset' skandal solar murah. Misalnya, PT Bukit Makmur Mandiri Utama (BUMA) yang komisaris utama-nya, dijabat eks Menkumham, Hamid Awaluddin. Perusahaan ini menikmati untung Rp264,14 miliar,
PT Merah Putih Petroleum milik PT Energi Asia Nusantara, Andita Naisjah Hanafiah, meraup untung Rp256,23 miliar dari skandal ini.
PT Vale Indonesia Tbk yang berkode emiten INCO, menikmati keuntungan Rp62,14 miliar dari skandal ini. Menariknya, ada mantan Kopassus yang masuk jajaran komisaris Vale. Dia adalah Mayjen TNI (Pur), FS Multhazar.
Demikian pula PT Ganda Alam Makmur anak usaha Titan Infra Energy Group, milik Handoko A Tanuadji, kebagian cuan senilai Rp127,99 miliar.
Ada juga perusahaan pelat merah yang menikmati keuntungan dari skandal ini. Yakni, PT Aneka Tambang (Persero/Antam) Tbk sebesar Rp16,79 miliar.
Lewat lima anak usahanya, Grup PT Indo Tambang raya Megah Tbk (ITM) kebagian Rp85,80 miliar. Kelima anak usaha ITM itu, adalah PT Tambang Raya Usaha Tama (Rp29,5 miliar), PT Bharinto Ekatama (Rp11,7 miliar), PT Sinar Nirwana Sari (Rp21,4 miliar), PT Trubaindo Coal Mining (Rp10,7 miliar), dan PT Tunas Jaya Perkasa (Rp12,3 miliar).
Terakhir, PT Nusa Halmahera Minerals (NHM), tambang emas di Halmahera Utara, Maluku Utara (Malut), kebagian cuan Rp14 miliar. Di mana, 75 persen saham NHM digenggam PT Indotan Halmahera Bangkit, perusahaan milik H Robert Nitiyudo Wachjo yang akrab disapa Haji Robert. Sisanya yang 25 persen milik Antam.
Sofyano Zakaria, Pengamat Energi sekaligus Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik (PUSKEPI), menegaskan, pemberian diskon harga solar nonsubsidi kepada 13 korporasi melanggar ketentuan yang berlaku pada BUMN dan dapat dinyatakan menimbulkan kerugian bagi negara. Maka, para penikmat diskon harus mendapatkan sanksi hukum yang jelas.
"Tidak semua sanksi harus dijatuhkan dengan mencabut izin badan usaha yang terlibat, tapi tentunya sanksi itu setidaknya harus bisa menyelamatkan uang negara yang timbul, akibat keputusan kebijakan pemberian diskon yang dianggap melanggar ketentuan," kata Sofyano, Jumat 17/10/2025
Selain menjatuhkan sanksi hukum penjara kepada pelaku yang terlibat, para penerima diskon solar harus mengembalikan uang pemotongan harga tersebut.
"Karena pemberian diskon dinyatakan melanggar dan bertentangan dengan ketentuan yang ada," jelasnya.
Pengembalian diskon ini menurut Sofyano, merupakan jalan tepat untuk mengurangi kerugian negara yang timbul.
Redaksi
0 Komentar